Senin, 11 Juli 2011

Tantangan Umat Islam Indonesia dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia

0 komentar
Bogor, Senin,11/07/2001, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bekerjasama dengan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kab. Bogor dan TIFA, mengadakan diskusi Islam wa Taqwim al-Dloruriyat al-Khamsah dengan tema “Tantangan Umat Islam Indonesia dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia di Pesantren As-Sholihin, Pakansari, Cibinong, Bogor.

Menurut Suraji Sukamzawi, Koordinator Program Islam dan Penegakan HAM P3M, arti penting tema ini hadir karena persoalan HAM di negeri ini begitu kompleksnya. Dan dengan bingkai Islam diharapkan semangat pembebasan manusia dari belenggu, kebodohan, kemiskinan, atau keterbelakangan misalnya, kembali bisa diangkat, karena Islam hadir untuk menjadi rahmat bagi setiap manusia. “Pada prinsipnya Islam jauh-jauh hari sudah mencanangkan pentingnya HAM. Saya kira jauh, sebelum HAM PBB itu dideklarasikan, Islam telah menyatakan bahwa manusia itu bermartabat. Nabi Muhammad mengajarkan pada kita tata nilai hal itu. Di sini ada istilah al-Dloruriyat al-khamsah. Al-dloruriyat itu yang prinsip. Dan al-khomsah itu lima.” Tuturnya.

Hadir dalam diskusi itu beberapa narasumber diantaranya; KH. Masdar F. Mas’udi (Rais Syuriah PBNU), Dr. Anas Saidi (dirktur P3M/Peneliti LIPI), dan, Taufikul Mujib (IHCS, Indonesia Human Rights Committee for Social Justice).

Menegaskan apa yang dikatakan Suraji, Dr. Anas Saidi menjelaskan Al-dloruriyat al-khamsah dalam Islam dikenalkan Imam Ghazali dan Imam Qurtubi. Lima hal yang menunjukkan bagaimana Islam benar-benar menjaga lima hak dasar manusia. Lima hal prinsip yang disebut; hifzh al-din, hifzh al nafs wa al-’irdh, hifzh al-’aql, hifzh al-nasl, dan hifzh al-maal. “Lima hal ini sudah ada jauh dokumen HAM PBB ada, dan perlu diingat Islam pada zaman Nabi memiliki dokumen penting HAM, yakni Piagam Madinah. Piagam yang kata Robert N. Bellah sebagai dokumen HAM termodern yang menjamin hak-hak setiap orang pada zamannya.” Terangnya.
Hal semacam ini perlu ditekankan menurut Dr. Anas Saidi, agar tidak disalahpahami bahwa upaya penegakan HAM, terutama di Indonesia, bukan karena agenda Barat, mengingat istilah yang dupakai, ‘HAM’. “Bahwa Al-dloruriyat khomsah itu ada jauh sebelum HAM Barat lahir, dengan begitu kita tidak mengikuti Barat.” Ungkapnya.

KH. Masdar F. Mas’udi dengan kerangka yang sama, bahwa HAM ini lahir karena Islam hadir untuk menegakkannya, bicara lebih spesifik untuk konteks Indonesia. Dikatakannya persoalan HAM di Indonesia begitu parahnya, “Bicara soal HAM di Indonesia, saya kira semua tahu bahwa banyak sekali hak yang bukan sekedar diabaikan, tetapi bisa dikatakan diinjak-injak. Bagaimana di negeri ini banyak orang-orang yang untuk mencukupkan pangan saja, masih begitu kesulitan. Dan ini kesempatan anda semua untuk menjadi mujtahid HAM.” Tuturnya pada para hadirin.

Taufikul Mujib, menambahkan tentang peran pemerintah. Pemerintah menurutnya adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap upaya pemenuhan hak asasi manusia. “Bagaimana orang mendapatkan pendidikan, bagaimana orang mendapatkan kehidupan yang layak. Itu HAM. Yang berkewajiban melakukan itu adalah negara. Negara yang dimaksud adalah pemerintah. Merekalah yang memiliki kewajiban memenuhi, HAK Sospol dan Ekosob warga negara.” Katanya.

Lebih lanjut, persoalannya, saat ini banyak sekali pelanggaran HAM itu dilakukan oleh negara, ada yang sifatnya langsung, dan ada yang sifatnya tak. Yang langsung, misalnya sudah jelas dalam UUD 1945 disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara. Tetapi kata Taufik, ada kesan pembiaran atas nasib mereka, karena negara ini telah disandera oleh orang-orang yang memiliki kekuatan ekonomi yang luar biasa. Hal itu berimbas pada kekerasan yang disebut Taufik sebagai capital violence di mana yang memiliki modal yang kuat, menindas mereka yang tak bermodal. Buntutnya, lahirlah justice violence, kebijakan yang menindas, dalam hal ini rakyat. “Sering di Indonesia terjadi bahwa kelaparan itu menimpa orang-orang yang hidup di daerah subur karena tanah-tanah dimiliki perusahaan. Di tahun 2007 lahir UU 25 2005 tentang penanaman modal. Pertama, bagaimana tanah bisa dikuasai HGU bisa sampai 95 tahun. Jadi tanah itu tidak bisa dimasuki orang lain. Soal ketenagakerjaan, bagaimana kita melihat di Indonesia itu banyak industry, berarti banyak buruh, tetapi mereka tidak sejahtera. Ini karena ada aturan pengupahan yang diatur dalam UU fleksible. Catatan: naskah akademik UU 25 tahun 2005 capnya itu dari IMF.” Tuturnya

Diskusi ini menyimpulkan beberapa hal, pertama, pelaksaaan HAM di Indonesia itu kurang baik. Dari segi Sipol masih kurang baik. Dari segi Ekosob kita bisa mengambil kesimpulan hal itu juga masih buruk. Kedua, umat Islam memiliki banyak tantangan dalam menegakkan HAM. Internal dan eksternal. Fundamentalisme agama tidak membuat kita bangkit kembali, tetapi malah membuat permusuhan satu sama lain.Ketiga, kepentingan pasar begitu kuat mengabaikan pemenuhan HAM masyarakat. Sesungguhnya umat Islam memiliki modal yang luar biasa untuk menjadi umat Islam yang tangguh. Faktanya populasi yang besar tidak terealisasi pada visi islam yang rahmatal lil alamin. Sumber daya alam yang luar biasa. Sayangnya modal ini tidak digunakan dengan baik. Terakhir, kalau terkait dengan diri sendiri, pendidikan kita harus kita tingkatan. Pendidikan adalah investasi terbaik. [kay]

Leave a Reply

Label