Minggu, 31 Juli 2011

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Normal

0 komentar
P3M, JAKARTA - Memasuki bulan Ramadhan 1432 Hijriah, masyarakat Jakarta tidak perlu khawatir terkait dengan pelayanan kesehatan. Karena setiap rumah sakit dan puskesmas kecamatan tetap buka melayani selama 24 jam.
"Seluruh puskesmas kecamatan dan kelurahan tetap akan beroperasi normal selama bulan Ramadhan. Untuk puskesmas kelurahan beroperasi sesuai dengan jam kerja PNS. Untuk pelayanan IGD tetap wajib buka 24 jam," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emawati ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (1/8/2011).
Saat hari raya Idul Fitri, pelayanan kesehatan di puskesmas kelurahan akan tutup selama dua hari. Dia menjelaskan, selama puasa jam kerja PNS dari Senin-Kamis dimulai pukul 08.00 hingga pukul 15.00. Sedangkan untuk hari Jumat, jam kerja dimulai pukul 08.00 hingga pukul 15.30.
"Jadi masyarakat tidak perlu khawatir mengenai pelayanan kesehatan, kami akan tetap melayani warga yang membutuhkan," jelasnya.
Pelayanan di puskesmas kecamatan dan rumah sakit tetap berjalan saat hari raya Idul Fitri. Masyarakat juga tidak perlu cemas bahwa tenaga medis yang berjaga nanti akan disesuaikan dengan keadaan.
"Memang ada pengaturan untuk tenaga medis, untuk yang muslim dan non-muslim," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, bagi pegawai yang kedapatan bolos kerja, terlambat masuk kantor atau kinerja menurun selama bulan puasa akan dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Gubernur DKI No 38 tahun 2011 tentang Tunjangan Kinerja Daerah.

Sumber: Kompas
Continue reading →

"Mendamaikan" Rukyat dan Hisab

0 komentar
P3M, JAKARTA — Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, pihaknya akan mengupayakan persamaan kriteria melihat posisi bulan secara langsung (rukyat) dan perhitungan astronomi pergerakan bulan (hisab), baik dalam penghitungan 1 Ramadhan, Syawal, maupun Idul Adha bersama beberapa organisasi massa Islam di Indonesia.
Selama ini, menurut Suryadharma, perhitungan tersebut sering kali menjadi perdebatan, baik di kalangan organisasi massa Islam (ormas Islam) maupun pemerintah.
"Kedua cara itu jadi perhatian sebab akurasinya kadang diragukan. Ada pemikiran agar kriteria-kriteria bisa disepakati karena memang merupakan prinsip dasar otoritas yang mengambil keputusan mengenai kapan tanggal-tanggal itu ditetapkan, batas wilayah, dan kriteria," ujar Suryadharma seusai memimpin sidang isbat di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Minggu (31/7/2011) malam.
Penentuan penghitungan tersebut sering kali menjadi perbedaan karena dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nadhlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, memiliki metode tersendiri dalam menentukan awal puasa.
NU menggunakan metode rukyat yaitu dengan melihat hilal (bulan sabit), tetapi tetap berpedoman pada perhitungan hisab. Sementara itu, Muhammadiyah menggunakan metode hisab.
Peluang terjadinya perbedaan penentuan awal puasa terjadi karena, hingga saat ini, posisi ketinggian hilal diperkirakan kritis atau dengan kata lain sulit dilihat. Oleh karena itu, kapan jatuhnya awal bulan Ramadhan belum bisa dipastikan.
"Otoritas (pemerintah) dan batas wilayah sudah tidak ada masalah. Tinggal kriteria yang perlu disamakan agar ke depan tidak ada perbedaan," ujar Suryadharma.
Oleh karena itu, lanjut Suryadharma, untuk mempersatukan pandangan itu, pihaknya akan mengupayakan dialog dengan beberapa ormas Islam besar di Indonesia. "Ini akan kami lakukan sampai pada titik temu yang disepakati," kata dia.
Tahun ini tidak ada perbedaan penetapan 1 Ramadhan antara pemerintah dan beberapa ormas Islam. Ini karena posisi hilal terlihat dan terhitung sangat signifikan dari batas 0 hingga 3 derajat yang selama ini dijadikan patokan penghitungan hisab dan rukyat.
Menurut laporan Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama, data hisab yang dihimpun dari berbagai sumber menunjukkan bahwa ijtima' terjadi pada hari Minggu, 31 Juli 2011, sekitar pukul 01.40 WIB dini hari.
Pada saat matahari terbenam, hilal berada di atas ufuk dengan ketinggian 6,36 derajat dengan umur kekuatan selama 16 jam 11 menit 8 detik.
"Ormas-ormas Islam juga telah melakukan rukyat di berbagai titik di Tanah Air. Alhamdulillah, telah diketahui bahwa ketinggian hilal di atas ufuk antara 4 derajat 50 menit dan 6 derajat 55 menit. Oleh karena itu, sidang isbat ini telah menyepakati bahwa 1 Ramadhan jatuh pada 1 Agustus 2011. Kami sangat bersyukur, tidak terjadi perbedaan melalui hisab," kata Suryadharma.

Sumber: Kompas
Continue reading →

Pemerintah: Besok 1 Ramadhan 1432 H

0 komentar
P3M, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Ramadhan 1432 Hijriah jatuh pada Senin, 1 Agustus 2011. Keputusan tersebut diambil setelah Kementerian Agama menjalani sidang isbat penetapan awal bulan Ramadhan 1432 H di Gedung Kementerian Agama, Minggu (31/7/2011) malam.
"Setelah mendengar laporan Ketua Badan Hisab dan Rukyat (BHR) serta pandangan ormas Islam dan ulama, di antara kami sudah sepakat bahwa 1 Agustus adalah tanggal 1 Ramadhan 1432 H. Oleh karena itu, saya menyatakan dan menetapkan 1 Ramadhan 1432 Hijriah jatuh pada 1 Agustus 2011," ujar Menteri Agama Suryadharma Ali disusul ketukan palu saat menutup sidang tersebut di Operatian Room, Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Minggu malam.
Sidang penetapan awal Ramadhan yang dipimpin Menteri Agama Suryadharma Ali dihadiri juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin, Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), Sekjen Kemenag Bahrul Hayat, Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar, pimpinan ormas-ormas Islam, perwakilan negara sahabat, serta anggota Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama.
Suryadharma mengatakan, sebelum menetapkan I Ramadhan 1431 H, pihaknya telah melakukan pengamatan rukyatul hilal (penampakan bulan di titik awal) di tiga tempat. Adapun tiga tempat itu adalah Makasar, Bukit Condro-Gresik, dan Bangkalan-Jawa Timur.
Sementara itu, rukyat dilakukan bersama-sama mahkamah syariah dan ormas-ormas Islam. "Dari tiga tempat tersebut, hilal sudah diatas ufuk, hilal berhasil dirukyah. Jadi, untuk awal puasa mulai Senin, 1 Agustus, dapat kami setujui," katanya.
Suryadharma menegaskan, sidang itsbat tersebut telah mengambil keputusan secara mufakat, tanpa perbedaan yang berarti dari beberapa pihak yang melakukan hilal dan rukyat. "Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah melakukan rukyat di seluruh titik di Indonesia, semoga apa yang dilakukan oleh kita mendapat berkah dari Yang Maha Kuasa. Dan, kami mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi seluruh masyarakat Indonesia, semoga ibadah kita diterima," ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan laporan anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama, Cecep Nurwendaya, data hisab yang dihimpun dari berbagai sumber menunjukkan bahwa ijtimak terjadi pada Minggu, 31 Juli 2011, sekitar pukul 01.40 WIB. Pada saat matahari terbenam, hilal berada di atas ufuk dengan ketinggian 6,36 derajat dengan umur kekuatan selama 16 jam 11 menit 8 detik. "Jadi, dari data itu dapat kita simpulkan akhir Syaban jatuh pada Minggu, 31 Agustus (29 syaban), 1 Ramadhan 1432 Hijriah jatuh 1 Agustus 2011," kata Cecep.

Sumber: Kompas
Continue reading →
Senin, 25 Juli 2011

Tantangan umat Islam Indonesia dalam menegakkan HAM jadi bahasan

0 komentar
BOGOR - Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bekerja sama dengan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Bogor mengadakan diskusi Islam wa Taqwim al-Dloruriyat al-Khamsah di Pesantren As-Sholihin, Pakansari, Cibinong, Bogor, beberapa waktu lalu. Diskusi bertemakan "Tantangan Umat Islam Indonesia dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia".

Menurut Suraji Sukamzawi, koordinator program Islam dan Penegakan HAM P3M, arti penting tema ini karena persoalan hak asasi manusia (HAM) di negeri ini begitu kompleks. Dengan bingkai Islam diharapkan semangat pembebasan manusia dari belenggu kebodohan, kemiskinan, atau keterbelakangan, misalnya, kembali bisa diangkat karena Islam hadir untuk menjadi rahmat bagi setiap manusia.

Pada prinsipnya, kata dia, Islam jauh-jauh hari sudah mencanangkan pentingnya HAM. "Saya kira jauh sebelum HAM PBB dideklarasikan, Islam telah menyatakan manusia itu bermartabat. Nabi Muhammad mengajarkan pada kita tata nilai itu. Di sini ada istilah al-Dloruriyat al-Khamsah. Al-Dloruriyat, itu yang prinsip. Dan, al-Khamsah itu lima," tuturnya melalui siaran pers.

Hadir dalam diskusi itu beberapa narasumber, di antaranya KH Masdar F Mas'udi (rais syuriah PBNU), Dr Anas Saidi (direktur P3M/Peneliti LIPI), dan Taufikul Mujib (Indonesia Human Rights Committee for Social Justice/IHCS).

Menegaskan pernyataan Suraji, Anas Saidi menjelaskan al-Dloruriyat al-Khamsah dalam Islam dikenalkan Imam Ghazali dan Imam Qurtubi. Lima hal yang menunjukkan bagaimana Islam benar-benar menjaga lima hak dasar manusia. Lima hal prinsip yang disebut: hifzh al-din, hifzh al nafs wa al-'irdh, hifzh al-'aql, hifzh al-nasl, dan hifzh al-maal.

Lima hal ini sudah ada jauh sebelum dokumen HAM PBB ada. "Perlu diingat, Islam pada zaman Nabi memiliki dokumen penting HAM, yakni Piagam Madinah. Piagam yang kata Robert N Bellah sebagai dokumen HAM termodern yang menjamin hak-hak setiap orang pada zamannya," terangnya.

Hal semacam ini, menurut dia, perlu ditekankan. Ini agar tidak disalahpahami bahwa upaya penegakan HAM, terutama di Indonesia, bukan karena agenda barat mengingat istilah yang dipakai, yakni HAM. "Bahwa al-Dloruriyat Khamsah itu ada jauh sebelum HAM barat lahir. Dengan begitu, kita tidak mengikuti Barat."

KH Masdar F Mas'udi mengatakan, HAM lahir karena Islam hadir untuk menegakkannya dan berbicara lebih spesifik untuk konteks Indonesia. Dikatakan, persoalan HAM di Indonesia begitu parah. "Bicara soal HAM di Indonesia, saya kira semua tahu banyak sekali hak yang bukan sekadar diabaikan, melainkan bisa dikatakan diinjak-injak. Bagaimana di negeri ini banyak orang yang untuk mencukupkan pangan saja masih begitu kesulitan. Ini kesempatan menjadi mujtahid HAM," tuturnya.

Taufikul Mujib menambahkan tentang peran pemerintah. Pemerintah, menurut dia, adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap upaya pemenuhan hak asasi manusia. "Bagaimana orang mendapatkan pendidikan, bagaimana orang mendapatkan kehidupan yang layak. Itu HAM."

Yang berkewajiban melakukan itu, menurut dia, adalah negara. Negara yang dimaksud adalah pemerintah. "Merekalah yang memiliki kewajiban memenuhi hak sospol warga negara."

Persoalannya, kata dia, saat ini banyak sekali pelanggaran HAM dilakukan oleh negara. "Ada yang sifatnya langsung, ada yang tidak. Yang langsung, misalnya, sudah jelas dalam UUD 1945 disebutkan bahwa fakir miskin dan anak telantar dipelihara negara."

Tapi, kata Taufik, ada kesan pembiaran atas nasib mereka karena negara ini telah disandera oleh orang-orang yang memiliki kekuatan ekonomi luar biasa. [ed: burhanuddin bella]

Sumber: Republika Online
Continue reading →
Minggu, 24 Juli 2011

Ke Makam Gus Dur? Tak Perlu Repot

0 komentar
P3M, JOMBANG — Tak ada prosedur njelimet atau berbelit. Tak ada penjagaan berlapis. Tak ada pula pungutan-pungutan.
Begitulah jika berziarah ke makam Gus Dur (Abdurahman Wahid) di Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Sikap demokratis dan terbuka mantan Presiden RI ini semasa hidup seolah masih terefleksikan.
Masyarakat yang ingin berziarah ke makam Gus Dur memang sangat banyak. Bahkan, kian hari jumlahnya semakin banyak. Namun, pihak Pesantren Tebu Ireng tak membuat peraturan ketat. Siapa pun boleh berziarah ke makam Gus Dur.
Hanya, ziarah tak bisa dilakukan pada pukul 04.00 sampai 08.00 dan 17.00 sampai 20.00. Di saat itu, kegiatan para santri sedang padat. Penutupan makam hanya dilakukan agar kegiatan para santri tak terganggu.
"Ini karena kadang peziarah berjubel. Maka, agar kegiatan dan ibadah santri tak terganggu, pada jam itu ziarah ditutup," kata seorang santri Tebu Ireng.
Tim Gowes Jurnalistik: Pantau Jalur Mudik 2011 dari Kompas.com sempat merasa heran ketika mengunjungi Pesantren Tebu Ireng dan berziarah ke Makam Gus Dur. Ternyata, tak perlu repot-repot untuk berziarah ke makam tokoh besar yang juga mantan Presiden RI itu dan tanpa prosedur ketat.
Begitu juga dengan peziarah lain. Semua langsung dipersilakan masuk kawasan Tebu Ireng dan ke makam Gus Dur.
Berada di dalam lingkungan pesantren, makam Gus Dur sangat sederhana. Di sampingnya ada makam ayah dan kakeknya, Wahid Hasyim dan Hasyim Asyari. Semua makam sangat sederhana, tanpa ornamen berlebihan. Bahkan, makam Gus Dur belum diberi pusara.
Para peziarah juga tak dilarang memotret makam. Tak ada pula menyakralan makam.
Pernyataan Gus Dur yang khas, "Gitu aja repot," seolah tecermin dalam tata cara. Sederhana, mudah, dan tak perlu repot-repot.
"Ya, kalau mau berziarah dan mendoakan Gus Dur, silakan saja. Kami hanya menutup saat kegiatan santri sedang padat. Menjelang dan sehabis puasa, jumlah peziarah sangat banyak dari seluruh Indonesia. Bahkan, ada yang dari luar negeri," ucap seorang santri.
Dia juga menceritakan, peziarah ke makam Gus Dur tak hanya dari kalangan Muslim. Banyak juga masyarakat dari agama lain yang datang untuk berziarah.

Sumber: Kompas
Continue reading →
Sabtu, 23 Juli 2011

Berita Duka

0 komentar
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (انّا للہ و انّا الیہ راجعون, Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali. Telah berpulang ke rahmatullah, Ibu Khoiriyah, Ibunda Bapak Abdul Waidl, Sabtu, 23 Juli 2011, Pukul 20.30 WIB, yang akan dimakamkan di Demak sore ini. 
Kami segenap keluarga besar Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menghaturkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Semoga almarhumah diberikan tempat yang paling mulia di sisi-Nya, diampuni segala dosanya dan diterima segala amal ibadahnya, serta diberikan ketabahan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Amin
Al-fatihah..!

Continue reading →
Rabu, 20 Juli 2011

Mengapa Radikalisme Bisa Tumbuh di Pesantren?

0 komentar
JAKARTA - Pesantren yang mengajarkan faham radikalisme belakangan menjadi sorotan menyusul ledakan di Ponpes Umar bin Khattab, Bima, NTB.

Ajaran radikalisme tersebut diajarkan di beberapa pesantren yang nota bene di bawah pengawasan Kementerian Agama. Lantas bagaimana faham tersebut bisa diserap para santri?

Pengamat terorisme Al Chaidar menjelaskan ada empat hal yang diajarkan dan berkembang di pesantren berhaluan radikal.

“Empat hal yang mereka bahas di pesantren yaitu negara Islam, khilafah, baiat, serta imamah atau kepemimpinan. Tema-tema ini akhirnya dimonopoli oleh orang tertentu sebagai doktrin yang akhirnya diterima secara mutlak oleh para santri,” ungkap Al Chaidar kepada okezone, Rabu (20/7/2011).

Menurut Al Chaidar, tema-tema bahasan tersebut dimonopoli dan ditafsirkan secara sepihak oleh pihak tertentu. Ini bisa terjadi karena selama ini tidak ada diskusi publik atau tokoh yang setidaknya bisa mengimbangi pemahaman negara Islam, khilafah, baiat, dan kepemimpinan versi umum.

“Pada akhirnya mereka lewat lembaga pendidikan membahas hal itu dan mengejewantahkan makna negara Islam, khilafah, baiat, Imaman, termasuk syariat Islam versi mereka. Tidak ada lagi yang mengimbangi pembahasan tentang hal itu sehingga mereka menguasai secara monopolistik kemudian menjadi doktrin yang diterima oleh para santri. Makanya faham ini akhirnya diterima mentah-mentah oleh santri sehingga ada kaderisasi dalam menafsirkan empat hal itu,” sambung Al Chaidar.

Untuk menangkal penyebaran faham ini, lanjut dia, perlu ada upaya dari pemerintah atau Kementerian Agama untuk membuka ruang diskusi sebesar-besarnya. Hal ini penting agar para santri dan masyarakat umum memiliki pemahaman yang utuh dan dapat mengimbangi doktrin negara Islam yang sudah dimanipulasi itu.

Sebelumnya Al Chaidar menyebutkan ada 127 pesantren berhaluan radikal di Indonesia. Tiga di antaranya yang belakangan disebut terdapat di Bima, NTB. Tiga pesantren itu diketahui memiliki jaringan dengan Pondok Pesantren Umar bin Khattaab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Bima. Pada 11 Juli lalu terjadi ledakan keras di ponpes tersebut.

Ledakan terjadi dari bom rakitan yang dibuat Firdaus yang tewas dalam insiden itu. Firdaus disebut-sebut sebagai instruktur pembuat bom dan pernah mengenyam berjuang di Mindanau, Filipina bersama Imam Samudra.

Dalam perkembangan penyelidikan, polisi menetapkan empat tersangka tersangka pimpinan ponpes, Abrori.

Polisi juga menemukan 26 bahan bom yang sudah disembunyikan di lokasi berjarak sekira 15 kilometer dari pesantren. (ton)
Sumber: Okezone 
Continue reading →
Selasa, 19 Juli 2011

Terorisme Subur, Jangan Kambing Hitamkan Pesantren

0 komentar
%3Cdiv%20style%3D%22text-align%3A%20justify%3B%22%3E%0A%3Cstrong%3EJakarta%3C%2Fstrong%3E%20-%20%09%09Pondok%20pesantren%20dan%20lembaga%20lembaga%20pendidikan%20Islam%20lainnya%20seolah%20%20menjadi%20kambing%20hitam%20atas%20maraknya%20aksi-aksi%20terorisme%20belakangan%20ini.%20%20Padahal%20ada%20pihak%20yang%20sebenarnya%20lebih%20pantas%20dimintai%20tanggung%20jawab%20%20atas%20kasus-kasus%20terorisme%20itu.%0A%0AMustofa%20B%20Nahrawardaya%2C%20%20Koordinator%20Indonesian%20Crime%20Analyst%20Forum%20(ICAF)%2C%20mengatakan%2C%20sejak%20%20beberapa%20tahun%20silam%20hingga%20kejadian%20Bom%20di%20Pesantren%20Umar%20Bin%20Khattab%2C%20%20NTB%2C%2011%20Juli%202011%2C%20seruan%20demi%20seruan%20pencegahan%20tampaknya%20lebih%20banyak%20%20ditujukan%20kepada%20kaum%20pesantren%2C%20madrasah%2C%20maupun%20sekolah(%20Islam.%20%20Berbagai%20acara%20roadshow%20kampanye%20pencegahan%20aksi%20teror%20sangat%20dominan%20%20dilakukan%20di%20lembaga-lembaga%20pendidikan%20Islam.%0A%0A%22Meskipun%20siapa%20%20saja%20bisa%20terlibat%20dalam%20aksi%20pemboman%2C%20anehnya%20lembaga%20pendidikan%20Islam%20%20seolah%20menjadi%20pihak%20yang%20patut%20dikambig%20hitamkan.%20Pesantren%2C%20kini%20%20menjadi%20sorotan%20dan%20didengung-dengungkan%20sebagai%20benteng%20terbaik%20%20pencegahan%20masuknya%20terorisme%20dan%20faham%20radikalisme%2C%22%20katanya%20dalam%20%20rilis%20kepada%3Cstrong%3E%20detikcom%3C%2Fstrong%3E%2C%20Selasa%20(19%2F7%2F2011).%0A%0AMustofa%20%20mengatakan%2C%20salah%20besar%20apabila%20ada%20pihak%20yang%20mengira%20pesantren%20maupun%20%20lembaga%20pendidikan%20Islam%20menjadi%20wahana%20paling%20efektif%20untuk%20menangkal%20%20faham%20radikalisme%20dan%20terorisme.%20Lembaga%20pendidikan%20termasuk%20pesantren%20%20hanya%20mampu%20menerapkan%20kurikulum%20pencegahan%20radikalisme%20dan%20itu%20%20membutuhkan%20waktu%20lama.%0A%0A%22Proses%20dan%20prosedur%2C%20serta%20%20langkah-langkah%20lembaga%20pendidikan%20Islam%20untuk%20mencegah%20radikalisme%2C%20%20tidak%20sebanding%20dengan%20kehebatan%20para%20pelaku%2C%20para%20penggagas%2C%20dan%20para%20%20eksekutor%20yang%20siap%20melakukan%20aksi%20kapan%20saja%20dan%20dimana%20saja%2C%22%20katanya.%0A%0AIa%20%20melanjutkan%X2C%20ada%20pihhak%20yang%20paling%20menguasai%20dan%20benar-benar%20mampu%20%20mendeteksi%20adanya%20ancaman%20bom%2C%20bahkan%20rencana%20pengeboman%20maupun%20kegiatan%20%20sel-sel%20pelaku.%20Mereka%20bukanlah%20para%20ustadz%2C%20apalagi%20guru%20di%20%20lembaga-lembaga%20pendidikan%20Islam%20itu%2C%20melainkan%20intelijen.%0A%0APihak%20yang%20paling%20berwenang%20dan%20paling%20bertanggungjawab%20dalam%20mencegah%20%20aksi%20radikal%2C%20jelas%20Mustofa%2C%20adalah%20aparat%20intelijen%20yang%20ada%20di%20Polri%2C%20%20TNI%2C%20dan%20juga%20BIN.%20Semua%20personel%20intelijen%20yang%20dibiayai%20oleh%20negara%20%20setiap%20tahunnya%20itu%2C%20harus%20menjadi%20garda%20terdepan%20dalam%20mencegah%20aksi%20%20teror.%0A%0A%22Merekalah%20yang%20dilatih%2C%20dibiayai%2C%20dihidupi%2C%20dan%20memiliki%20%20ketrampilan%2C%20intuisi%2C%20sensitifitas%2C%20dan%20kemampuan%20khusus%20untuk%20%20mengetahui%20adanya%20gerak-gerik%20rencana%20pelaku%20dalam%20melakukan%20tahap-tahap%20%20awal%20hingga%20aksi%20pengeboman%2C%22%20cetusnya.%0A%0AMenurut%20Mustofa%2C%20sangat%20%20mustahil%20bagi%20lembaga%20selain%20lembaga%20intelijen%20yang%20mampu%20mendeteksi%20%20pelaku-pelaku%20bom%20maupun%20penyebaran%20faham-faham%20radikal%20yang%20ada.%20Dalam%20%20hampir%209%20tahun%20terakhir%20ini%2C%20seharusnya%20personel%20intelijen%20sudah%20berada%20%20di%20pos-pos%20yang%20dianggap%20rawan%20tumbuhnya%20terorisme.%0A%0A%22Jika%20terus%20%20ada%20upaya-upaya%20penggiringan%20opini%20agar%20lembaga-lembaga%20Islam%20menjadi%20%20benteng%20pencegahan%20terorisme%20dan%20radikalisme%2C%20semakin%20menampakkan%20bukti%20%20bahwa%20tujuan%20utama%20kampanye%20pencegahan%20terorisme%2C%20sebenarnya%20tidak%20murni%20%20untuk%20meredam%20aksi%20teror%2C%20melainkan%20untuk%20memperkuat%20stigma%20negatif%20%20terhadap%20pesantren%2C%22%20tutupnya.%09%09%3Cb%3E%20(irw%2FAri)%3C%2Fb%3E%3C%2Fdiv%3E%0A%3Cdiv%20style%3D%22text-align%3A%20justify%3B%22%3E%0A%0A%3C%2Fdiv%3E%0A%3Cdiv%20style%3D%22text-align%3A%20justify%3B%22%3E%0A%3Cb%3ESumber%3A%20%3Ca%20href%3D%22http%3A%2F%2Fwww.detiknews.com%2Fread%2F2011%2F07%2F20%2F023636%2F1684723%2F10%2Fterorisme-subur-jangan-kambing-hitamkan-pesantren%22%3EDetik%20News%3C%2Fa%3E%20%3C%2Fb%3E%3C%2Fdiv%3E%0A
Continue reading →
Minggu, 17 Juli 2011

Negeri yang Dibajak Radikalisme

0 komentar
P3M, JAKARTA, — Negeri ini telah dibajak oleh radikalisme. Perilaku radikal tumbuh subur di tengah masyarakat dan terus berkembang. Potensi sikap radikal berawal dari intoleransi, yaitu ketidakmauan mengakui keragaman agama, nilai, dan budaya yang notabene adalah fondasi Indonesia sebagai negara bangsa. Intoleransi telah berkembang sedemikian rupa, memunculkan stigma ideologi tertentu dari beberapa kelompok. 
Semuanya berawal dari pikiran. Salah satunya intoleransi. Aksinya berbeda-beda.

"Semuanya berawal dari pikiran. Salah satunya intoleransi. Aksinya berbeda-beda. Namun, penyaluran radikalisasinya sama, yaitu dengan melakukan siar kebencian kepada orang-orang di sekitar. Kalau kelompok terorisme tergolong kecil, mereka biasanya mengeksklusifkan diri dan bergerak diam-diam melakukan serangan seperti teror bom," ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Nurkholis Hidayat saat ditemui di kantornya, Selasa (3/5/2011).  

Nurkholis mengategorikan kelompok radikal di Indonesia dalam tiga bagian. Kelompok pertama adalah gerakan radikal yang mengaktualisasikan perjuangannya dalam bentuk serangan bom. Ia memasukkan Jemaah Islamiyah dan Jama'ah Ansharut Tauhid dalam kategori ini. Kelompok kedua adalah organisasi-organisasi Islam yang kerap menampilkan sikap keras dalam pernyataan-pernyataan mereka di media dan kerap melakukan tindakan anarki. Kelompok ketiga disebutnya memiliki banyak bagian dan memiliki fokus yang berbeda. Negara Islam Indonesia (NII) dimasukkannya dalam kelompok ini.

"NII beragam, kan, ya. Ini merupakan diaspora dari kelompok NII yang awal dulu dan kemudian menyebar. Ada yang sebagian kecil melakukan aksi-aksi lain untuk menyebarkan negara Islam yang ingin mereka wujudkan, sementara ada juga (gerakan NII) yang melakukan teror dan kekerasan," katanya.

Menurut Nurkholis, dengan caranya masing-masing, kelompok-kelompok ini sebenarnya sedang menyiarkan kebencian kepada kelompok lain. Syiar kebencian dilakukan melalui khotbah dalam forum-forum terbuka, melalui buku bacaan dengan judul dan isi yang provokatif, serta melalui video yang menunjukkan seseorang tengah berpidato dengan terang-terangan mengajak melakukan kekerasan di Youtube. 

Syiar-syiar kebencian bukan hanya dilakukan dalam kegiatan agama. Beberapa di antaranya dilakukan dengan mengirimkan pesan singkat telepon seluler (SMS), majalah, spanduk, hingga media online. Inilah yang menjadi penyebab radikalisme semakin luas tanpa bisa dengan mudah ditangkal. 

"Lama-kelamaan ya dibajak negeri ini. Jadi, bukan hanya hukum yang harus dikelola, tetapi juga mencegah pemikiran seperti ini," kata Nurkholis. 

Instrumen hukum Menurut Nurkholis, memang tak ada instrumen hukum yang dapat memidanakan pikiran yang intoleran dan stigma yang salah. "Saya pikir permasalahan yang ada di Indonesia, sering setiap kali ada persoalan, kemudian dijawab dengan regulasi. Padahal, tidak harus seperti itu. Yang saya lihat, stigma dan intoleransi seperti ini berada dalam level sosiologis, bukan legal, karena masih termasuk dalam pikiran. Kalau dasarnya di pikiran, persoalannya bukan hukum yang menyelesaikan. Tetapi, kalau sudah menyangkut diskriminasi dan level tindakan seperti kekerasan, baru ditindak," lanjutnya. 

Ia berpendapat, tak ada alasan bagi aparat penegak hukum untuk menyatakan bahwa instrumen hukum di Indonesia kurang memadai untuk menangkal radikalisme. "Kalau NII merongrong Pancasila dalam pikiran mereka, itu tidak bisa dipidana. Tetapi, jika pikiran itu diaktualisasikan dalam bentuk pernyataan yang menyebarkan permusuhan, kebencian, dan meneror orang atau makar, bisa pakai KUHP. Jika melakukan tindak kekerasan, mereka juga bisa dijerat dengan KUHP. Lebih jauh, kalau dia melakukan aksi terorisme, undang-undang antiteror juga sudah ada," tutur Nurkholis.

Nurkholis melanjutkan, syiar kebencian yang dilakukan orang atau sekelompok orang kepada orang lain untuk menghasut dapat dijerat dengan KUHP Pasal 156 jo 157. Dalam aturan tersebut, pelaku penyebar kebencian dan provokasi yang berujung pada tindakan radikal bisa dijerat hukuman empat tahun penjara. 

"Saya pikir kalau untuk legal, kita sudah cukup punya aturan dan undang-undang. Masalahnya adalah bagaimana bisa menerapkan aturan yang ada secara maksimal. Selama ini polisi dan pemerintah membiarkan saja syiar kebencian ini dilakukan. Kalau sekadar pakai seragam militer kemudian dilarang, itu bukan masalahnya. Paling penting, kan, konteksnya kalau kepolisian bisa punya cukup bukti untuk mengamankan orang yang terduga teroris. Berarti kerja intelijen dan polisi juga harus maksimal," katanya.

"Polisi, kan, seperti pemadam kebakaran. Kalau ada kejadian baru bisa ditindak, meskipun dalam Undang-Undang Kepolisian juga ada tugas polisi untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, yang bisa dilakukan melalui bimbingan masyarakat (bimas). Sebenarnya hal itu juga bisa dimaksimalkan untuk mencegah radikalisme dalam masyarakat. Selain tetap bekerjanya intelijen," tambah Nurkholis.

Institusi lain Ia mengakui, upaya pencegahan tindakan radikal tidak hanya menjadi kerja polisi, tetapi juga institusi lain, seperti Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. "Untuk pendidikan, Mendiknas harus mengontrol buku-buku pelajaran yang dipakai di sekolah, jangan sampai berisi tulisan-tulisan yang bersifat radikal. Guru yang mengajar di sekolah juga harus diawasi," ujarnya. 

Berbagai kementerian masing-masing bidang memiliki tanggung jawab melakukan langkah preventif meskipun, aku Nurkholis, akan memakan waktu panjang dan tidak mudah. Namun, langkah itu harus tetap dicoba untuk mencegah tumbuh kembang radikalisme.

"Banyak orang yang berpikir setiap masalah harus diselesaikan dengan undang-undang. Kalau undang-undangnya sudah ada dan masalah tetap ada, lalu mengatakan bahwa undang-undangnya harus diperketat. Padahal, banyak faktor yang harus diidentifikasi lebih jernih untuk setiap masalah. Ada juga yang berpandangan semakin banyak undang-undang malah semakin tidak adil," tandas Nurkholis. 
 
Sumber: Kompas
Continue reading →
Jumat, 15 Juli 2011

Radikalisme Agama Belum Berakhir

0 komentar
P3M, Jakarta -- Penangkapan polisi atas anggota Front Pembela Islam (FPI) dan Komando Laskar Islam (KLI) belum menjadi akhir radikalisme (premanisme) Islam di Indonesia. Penyebabnya, ada kesenjangan dan ketidak-adilan.
Penangkapan yang dilakukan Rabu (4/6) di Petamburan, merupakan langkah tepat. Siapapun yang berbuat onar, apalagi radikal, wajib ditahan. Tapi, itu bukan berarti premanisme itu akan hilang. Pasalnya, radikalisme muncul sebagai perlambang melebarnya kesenjangan dan tiadanya keadilan.
"Selama kesenjangan dan ketidak-adilan sosial masih menganga, kita belum bisa mengakhiri radikalisme agama di Indonesia. Bagaimanapun, bagi kaum Muslim, agama sangat efektif sebagai landasan spiritutal dan legitimasi tindakan,'' kata Bursah Zarnubi, Presiden Partai Bintang Reformasi (PBR), yang juga Ketua Fraksi PBR di DPR.
Ajaran agama di Indonesia, juga di sejumlah negara Muslim, masih amat potensial sebagai sumber tindakan praktis dalam hubungan antara individu dan kelompok. Oleh sebab itu ia menjadi dasar terbentuknya apa yang disebut cara ideologisme agama. Donald E. Smith menyebutnya religio political system, Clifford Geertz menamainya religions mindedness.
Saat ini, secara nyata agama memiliki kekuatan potensial untuk pembakar fanatisme yang akan mengobarkan pergolakan dan kekerasan yang meletus di kala ada kesempatan. Agama dalam posisi semacam itu, mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai pembentuk integritas dan pembentuk konflik kekerasan.
Di Indonesia, beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan beberapa kelompok radikal Islam, faktanya, terbukti secara meyakinkan terlibat dalam sejumlah peristiwa pengeboman di sejumlah wilayah di Indonesia. Agaknya hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa aksi-aksi yang dilakukan kelompok Islam radikal bertolak belakang dengan kelompok mayoritas Muslim Indonesia yang pada dekade 1980-an menunjukkan karakter mereka yang moderat dan toleran.
Kecenderungan yang demikian inilah yang tampaknya membuat sebagian pengamat tertarik menganalisa pertumbuhan radikalisme Islam di Indonesia.
Radikalisasi yang tumbuh di kalangan muslim adalah efek domino dari kebobrokan sistem sosial masyarakat yang sudah tidak lagi mengindahkan peraturan agama.
Itu sebabnya, mereka yakin bahwa Islam mampu menyelesaikan semua problem masyarakat. Agar masyarakat menjadi lebih islami, agar tidak ada KKN, agar pergaulan antarremaja lebih islami, dan tidak ada lagi perilaku tidak bermoral di bumi Indonesia.
"Karena itu, langkah tegas pemerintah mengakhiri radikalisme dan premanisme berjubah agama mutlak dibutuhkan, sebagaimana kita butuh langkah tegas pemerintah untuk memberantasn korupsi," kata Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid), Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa versi ayahnya, Abdurrahman Wahid.
Namun demikian, Yenni mengakui, tidak mudah memberangus premanisme berjubah agama di Indonesia. Langkah tegas pemerintah, tanpa kompromi, setidaknya bisa mengurangi dan mencegah munculnya radikalisme dan premanisme baru yang merongrong tatanan sosial dan menakutkan masyarakat. "Negara tak boleh kalah terhadap kaum premanisme agama yang mencederai kebhinekaan dan kebangsaan kita," kata sosiolog UI Thamrin Amal Tomagola. [I4]

Continue reading →
Kamis, 14 Juli 2011

Diskusi Islam wa Taqwin al-Dloruriyyat al-Khamsah: Tantangan Umat Islam dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia

0 komentar

Peta ke Pesantren al-Hidayah, Depok

 
A. Dasar Pemikiran
Hak Asasi Manusia merupakan tolok ukur penghormatan harkat dan martabat manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Seperangkat nilai yang termaktub dalam instrumen HAM, baik Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan berbagai kovenan turunannya (Kovenan Hak Sipol dan Ekosob), merupakan produk sejarah panjang manusia yang menuntut penghargaan setinggi-tingginya terhadap manusia dan menekankan praktik kemanusiaan.
Sebagai bagian dari penduduk dunia, umat Islam mengumandangkan bahwa ajaran agama (Islam) juga memiliki seperangkat nilai yang menekankan pemenuhan HAM. Respon dunia muslim ini setidaknya telah mempertemukan delegasi Negara-negara muslim di Kairo yang menghasilkan Deklarasi Kairo pada tahun 1990 yang berisi HAM versi Islam. Respon yang tak kalah pentingnya terjadi di Indonesia. Organisasi keagamaan terbesar NU telah mengeluarkan keputusan di Lombok yang berisi tentang huququl insaniyah, bahasa lain dari HAM, pada tahun 1997 yang berisi penjabaran tentang al-kulliyat al-khamsah. Fakta ini membuktikan dukungan umat Islam terhadap nilai-nilai HAM yang terkandung dalam berbagai instrument yang menjadi kesepakatan global.

Dalam ranah konstitusi dan hukum, Indonesia selain memiliki UUD 1945 yang memberikan jaminan pemenuhan hak-hak rakyat oleh Negara, juga telah meratifikasi kovenan Hak Ekosob melalui UU No. 11 Tahun 2005, dan Hak-hak Sipol melalui UU No. 12 Tahun 2005 sebagai bentuk pengakuan Negara Indonesia tentang kewajiban pemenuhan HAM.  
Akan tetapi, pengakuan secara hukum saja tidak cukup menjamin tegaknya HAM di sebuah Negara. Pengakuan harus disertai dengan praktik perlindungan dan pemenuhan, terutama oleh Negara yang memiliki tanggung jawab memenuhi HAM bagi warganya, serta membutuhkan peran serta dari masyarakat dalam pengawasannya. Di sinilah pentingnya setiap warga Negara untuk memahami arti penting HAM dalam konteks bermasyarakat dan bernegara. Sebagai mayoritas penduduk Indonesia, umat Islam juga harus mengapresiasi HAM sebagai bagian dari spirit keagamaan yang dianutnya, bersama-sama dengan umat agama lain dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Secara riil, wacana hak asasi manusia juga masih cukup jauh dari kajian-kajian dan pengajian di kalangan umat Islam, khususnya di komunitas masjid dan pesantren. Pengajian rutin dan berbasis momen peringatan hari besar Islam kurang akrab dengan perbincangan mengenai hak asasi manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan forum-forum kajian yang memfasilitasi penyebaran gagasan tentang HAM, apa hubungannya dengan nilai-nilai keislaman, dan bagaimana merealisasikan gagasan dan nilai HAM tersebut dalam ranah bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. 

B. Tujuan:
  1. Menyebarluaskan nilai dan prinsip HAM kepada masyarakat umum, sebagai inspirasi dari ajaran agama. Islam.Sekaligus mengklarifikasi pandangan yang menganggap HAM sebagai produk barat yang perlu dicurigai atau dianggap sebagai musuh bagi umat Islam.
  2. Menggugah kesadaran publik bahwa penegakan HAM merupakan panggilan keimanan seorang muslim, dan realisasi pemenuhan HAM merupakan ajaran penting dalam Islam.
  3. Mengkaji praktik HAM dalam kerangka praktik bermasayarakat, berbangsa dan bernegara pada level nasional, local, maupun di tingkat komunitas.
  4. Mencari strategi yang tepat untuk memperluas kesadaran umum (khususnya umat Islam) dalam konteks pendidikan dan penyadaran tentang HAM.

C. Waktu dan Tempat
Diskusi akan diselenggarakan pada:
Hari/ Tanggal       : Sabtu, 16 Juli 2011
Waktu                 : Pukul 09.00 – selesai
Tempat                : Pesantren Al-Hidayah, Rawadenok, Kota Depok

D. Narasumber dan Moderator
1.       KH. Ubaidillah Ahmad (Dosen IAIN Walisongo, Semarang)
2.       Wahyu Wagiman (ELSAM Jakarta)
3.       Moderator: Abdul Waidl (P3M)

E. Peserta
Diskusi ini akan diikuti oleh 50 peserta terdiri dari alumni pelatihan HAM (25 orang), lembaga/ormas di Kota Depok (20) orang, Pemda (2 orang), Parpol (7 orang), Media (8 orang)

F. Jadwal dan Alur Diskusi
Jam
Keterangan
PJ
09.00 – 10.00
Registrasi peserta
Panitia
10.00 – 10.30
Pembukaan
a.       Sambutan Panitia
b.       Sambutan P3M
c.        Sambutan Pesantren
Panitia
10.30 – 10.50
Presentasi I: KH. Ubaidillah Ahmad
-       Review Islam dan taqwim dlaruriyat al-Khamsah
-       Tantangan Umat Islam dalam penegakan HAM
Moderator
10.50 – 11.10
Presentasi II: Wahyu Wagiman
-       Review Perkembangan Pelanggaran HAM di Indonesia setahun terakhir (Sipol & Ekosob)
-       Identifikasi hambatan dan tantangan penegakan HAM di Indonesia
Moderator
11.10 – 12.10
Sesi Tanya Jawab antara peserta dan Narasumber
Moderator
12.10 – 12.15
Penyampaian Kesimpulan hasil-hasil diskusi
Moderator
12.15 – 13.30
Penutupan
Panitia
13.30 - selesai
Makan Siang
Panitia




Hormat kami,


Suraji Sukamzawi
(Program Officer Islam dan Penegakan HAM P3M)
Continue reading →
Senin, 11 Juli 2011

Tantangan Umat Islam Indonesia dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia

0 komentar
Bogor, Senin,11/07/2001, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bekerjasama dengan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kab. Bogor dan TIFA, mengadakan diskusi Islam wa Taqwim al-Dloruriyat al-Khamsah dengan tema “Tantangan Umat Islam Indonesia dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia di Pesantren As-Sholihin, Pakansari, Cibinong, Bogor.

Menurut Suraji Sukamzawi, Koordinator Program Islam dan Penegakan HAM P3M, arti penting tema ini hadir karena persoalan HAM di negeri ini begitu kompleksnya. Dan dengan bingkai Islam diharapkan semangat pembebasan manusia dari belenggu, kebodohan, kemiskinan, atau keterbelakangan misalnya, kembali bisa diangkat, karena Islam hadir untuk menjadi rahmat bagi setiap manusia. “Pada prinsipnya Islam jauh-jauh hari sudah mencanangkan pentingnya HAM. Saya kira jauh, sebelum HAM PBB itu dideklarasikan, Islam telah menyatakan bahwa manusia itu bermartabat. Nabi Muhammad mengajarkan pada kita tata nilai hal itu. Di sini ada istilah al-Dloruriyat al-khamsah. Al-dloruriyat itu yang prinsip. Dan al-khomsah itu lima.” Tuturnya.

Hadir dalam diskusi itu beberapa narasumber diantaranya; KH. Masdar F. Mas’udi (Rais Syuriah PBNU), Dr. Anas Saidi (dirktur P3M/Peneliti LIPI), dan, Taufikul Mujib (IHCS, Indonesia Human Rights Committee for Social Justice).

Menegaskan apa yang dikatakan Suraji, Dr. Anas Saidi menjelaskan Al-dloruriyat al-khamsah dalam Islam dikenalkan Imam Ghazali dan Imam Qurtubi. Lima hal yang menunjukkan bagaimana Islam benar-benar menjaga lima hak dasar manusia. Lima hal prinsip yang disebut; hifzh al-din, hifzh al nafs wa al-’irdh, hifzh al-’aql, hifzh al-nasl, dan hifzh al-maal. “Lima hal ini sudah ada jauh dokumen HAM PBB ada, dan perlu diingat Islam pada zaman Nabi memiliki dokumen penting HAM, yakni Piagam Madinah. Piagam yang kata Robert N. Bellah sebagai dokumen HAM termodern yang menjamin hak-hak setiap orang pada zamannya.” Terangnya.
Hal semacam ini perlu ditekankan menurut Dr. Anas Saidi, agar tidak disalahpahami bahwa upaya penegakan HAM, terutama di Indonesia, bukan karena agenda Barat, mengingat istilah yang dupakai, ‘HAM’. “Bahwa Al-dloruriyat khomsah itu ada jauh sebelum HAM Barat lahir, dengan begitu kita tidak mengikuti Barat.” Ungkapnya.

KH. Masdar F. Mas’udi dengan kerangka yang sama, bahwa HAM ini lahir karena Islam hadir untuk menegakkannya, bicara lebih spesifik untuk konteks Indonesia. Dikatakannya persoalan HAM di Indonesia begitu parahnya, “Bicara soal HAM di Indonesia, saya kira semua tahu bahwa banyak sekali hak yang bukan sekedar diabaikan, tetapi bisa dikatakan diinjak-injak. Bagaimana di negeri ini banyak orang-orang yang untuk mencukupkan pangan saja, masih begitu kesulitan. Dan ini kesempatan anda semua untuk menjadi mujtahid HAM.” Tuturnya pada para hadirin.

Taufikul Mujib, menambahkan tentang peran pemerintah. Pemerintah menurutnya adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap upaya pemenuhan hak asasi manusia. “Bagaimana orang mendapatkan pendidikan, bagaimana orang mendapatkan kehidupan yang layak. Itu HAM. Yang berkewajiban melakukan itu adalah negara. Negara yang dimaksud adalah pemerintah. Merekalah yang memiliki kewajiban memenuhi, HAK Sospol dan Ekosob warga negara.” Katanya.

Lebih lanjut, persoalannya, saat ini banyak sekali pelanggaran HAM itu dilakukan oleh negara, ada yang sifatnya langsung, dan ada yang sifatnya tak. Yang langsung, misalnya sudah jelas dalam UUD 1945 disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara. Tetapi kata Taufik, ada kesan pembiaran atas nasib mereka, karena negara ini telah disandera oleh orang-orang yang memiliki kekuatan ekonomi yang luar biasa. Hal itu berimbas pada kekerasan yang disebut Taufik sebagai capital violence di mana yang memiliki modal yang kuat, menindas mereka yang tak bermodal. Buntutnya, lahirlah justice violence, kebijakan yang menindas, dalam hal ini rakyat. “Sering di Indonesia terjadi bahwa kelaparan itu menimpa orang-orang yang hidup di daerah subur karena tanah-tanah dimiliki perusahaan. Di tahun 2007 lahir UU 25 2005 tentang penanaman modal. Pertama, bagaimana tanah bisa dikuasai HGU bisa sampai 95 tahun. Jadi tanah itu tidak bisa dimasuki orang lain. Soal ketenagakerjaan, bagaimana kita melihat di Indonesia itu banyak industry, berarti banyak buruh, tetapi mereka tidak sejahtera. Ini karena ada aturan pengupahan yang diatur dalam UU fleksible. Catatan: naskah akademik UU 25 tahun 2005 capnya itu dari IMF.” Tuturnya

Diskusi ini menyimpulkan beberapa hal, pertama, pelaksaaan HAM di Indonesia itu kurang baik. Dari segi Sipol masih kurang baik. Dari segi Ekosob kita bisa mengambil kesimpulan hal itu juga masih buruk. Kedua, umat Islam memiliki banyak tantangan dalam menegakkan HAM. Internal dan eksternal. Fundamentalisme agama tidak membuat kita bangkit kembali, tetapi malah membuat permusuhan satu sama lain.Ketiga, kepentingan pasar begitu kuat mengabaikan pemenuhan HAM masyarakat. Sesungguhnya umat Islam memiliki modal yang luar biasa untuk menjadi umat Islam yang tangguh. Faktanya populasi yang besar tidak terealisasi pada visi islam yang rahmatal lil alamin. Sumber daya alam yang luar biasa. Sayangnya modal ini tidak digunakan dengan baik. Terakhir, kalau terkait dengan diri sendiri, pendidikan kita harus kita tingkatan. Pendidikan adalah investasi terbaik. [kay]
Continue reading →

Pendidikan Karakter Bangsa Melalui Pondok Pesantren

0 komentar
P3M, NGAMPRAH.- Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh menegaskan, sebagai organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran penting dalam membentuk karakter bangsa sejak dini melalui lembaga pendidikan pesantren. Lebih dari 50 persen penduduk Muslim di Indonesia merupakan Nahdiyin yang mengembangkan pesantren sebagai lembaga pendidikan pembentuk moral.
"Sebanyak 87 persen dari 240 juta penduduk Indonesia merupakan Muslim, dan lebih dari 50 persen di antaranya merupakan Nahdiyin. Potensi ini sangat penting untuk membentuk karakter bangsa ke depan," katanya pada pembukaan Konferensi Wilayah XVI Nahdlatul Ulama Jawa Barat di Pondok Pesantren Darul Falah, Desa/Kec. Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (9/7).
Konferensi itu dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf dan dihadiri Ketua PBNU Said Agil Siradj serta Bupati Bandung Barat Abubakar dan Wakil Bupati Bandung Barat, Ernawan Natasaputra. Sekitar tiga ribu jemaah Nahdliyin dari seluruh Jawa Barat juga menghadiri pembukaan konferensi.
Pada 2045, Nuh menargetkan, bangsa Indonesia memiliki karakter yang berjiwa pesantren. Menurut dia, hal ini telah diupayakan melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) yang diarahkan kepada pendidikan karakter.
"Pembentukan karakter bangsa pada 2045 nanti sudah dilakukan mulai dari sekarang melalui PAUD. Lembaga ini membutuhkan sentuhan pesantren untuk membentuk karakter bangsa yang beretika," ujarnya. (A-192/A-88)***

Sumber: Pikiran Rakya
Continue reading →

Ajaran Sunan Kalijaga Menjawab Krisis Identias Bangsa

0 komentar
P3M, BANTUL: kemrosotan moral dan linglungnya bangsa Indoenesia menghadapi arus globalisasi yang makin santer, membuat kalangan budayawan Yogyakarta miris.

Untuk memperingati 500 tahun Sunan Kalijaga, mereka mencoba mengetengahkan kembali ajaran salah satu anggota wali songo yang sangat relevan menghadapi permasalahan bangsa ini.

"Sudah banyak yang melupakannya, kami mau mengangkatnya lagi, karena sangat relevan," ujar Jadul Maula di Pondok Pesantren Kali Opak, Bantul, Senin (11/7).

Dan sebenarnya, kata Jadul, masalah krisis identitas yang sdang dialami bangsa Indonesia, karena bingung menghadapi arus
globalisasi yagn sedang terjadi.

Salah satu ajaran Sunan Kalijaga yagn masih sangat relevan, lanjut Jadul, adalah mengembangkan sesuatu pengetahuan tanpa harus melupakan jati diri dan kearifan lokal.

"Memperjuangkan masyarakat tidak melalui jalur politik, tapi melalui kebudayaan," kata Jadul.

Melalui jati diri dan pranata sosial serta identitas sosial bangsa, harusnya bangsa Indonesia dikembangkan. Namun sekarang, pembangunan Indonesia tidak didasari pada jati diri bangsa yagn berbudaya,

"Sehingga linglung seperti ini," tegasnya. (OL-11) 

Continue reading →
Minggu, 10 Juli 2011

Operasi Patuh Jaya, Stimulan bagi Warga

0 komentar
P3M, JAKARTA — Operasi Patuh Jaya yang diberlakukan mulai Senin (11/7/2011) ini merupakan stimulan bagi masyarakat dalam menaati peraturan lalu lintas. Konsep Operasi Patuh Jaya waktunya tertentu, terbatas, dan tidak lama, yakni 14 hari.
Hal itu dikatakan Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Royke Lumowa kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin. Dia mengatakan, Operasi Patuh Jaya mengerahkan personel dengan jumlah terbatas.
Royke mengatakan, tindakan yang dilakukan polantas sama saja, yaitu menilang siapa saja yang melakukan pelanggaran lalu lintas, termasuk yang tidak menggunakan helm bagi pengendara motor, mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi, masalah parkir, dan pelanggaran-pelanggaran lain yang dapat memicu kecelakaan.
Royke mengatakan, tindakan penertiban itu tidak akan berhenti. Pihak kepolisian akan terus mengusahakan pengurangan pelanggaran karena menyangkut keselamatan masyarakat.
"Sasarannya menertibkan Jakarta. Output-nya adalah keselamatan di jalan," tutur Royke.
Operasi Patuh Jaya dilaksanakan mulai Senin ini hingga 24 Juli, melibatkan 4.092 personel, terdiri atas 2.289 personel Polda Metro Jaya dan 1.756 personel polres di jajaran Polda Metro Jaya. Operasi Patuh Jaya diawali dengan proses sosialisasi, tindakan edukatif, dan teguran tertulis dengan sasaran pelanggaran yang berpotensi menimbulkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. (M04-11)

Sumber: Kompas
Continue reading →
Jumat, 08 Juli 2011

Gubuk 2 x 3 Dihuni Janda dan 6 Anaknya

0 komentar
P3M, POLEWALI MANDAR — Di tengah berbagai kasus korupsi oleh para pejabat yang mendera Indonesia, jutaan warga Indonesia masih hidup dalam kemiskinan. Hal itu seperti juga dialami Darmawati, janda dengan enam anak di Dusun Mangaramba, Kelurahan Takatidung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Bantuan beras untuk masyarakat miskin raskin sebesar 5 kg tidak cukup untuk sebulan. Menjelang pemilu atau pemilukada, bantuan beras sering datang. Namun setelah peristiwa politik usai, bantuan beras pun berhenti mengalir.
Darmawati dan keenam anaknya tinggal di sebuah gubuk berukuran 2 x 3 meter yang berdinding bambu dan beratap rumbia. Gubuk yang sekilas mirip kandang ayam itu pemberian tetangga yang bersimpati kepada mereka. 
Bisa dibayangkan repotnya hidup berdesakan di gubuk sempit seperti ini. Gubuk sempit itu menampung semua kegiatan mereka. Dari memasak sampai tidur dengan alas selembar tikar robek. 
Irma, anak kedua Darmawati, mengaku tidur dengan ibu dan adik-adiknya di satu tempat. "Tidurnya tidak enak, biasa jatuh dari lantai kalau tidur," ujar Irma.
Dulu Darmawati memiliki rumah warisan orangtuanya. Namun, rumah itu akhirnya dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kehidupannya morat-marit sejak dia bercerai dengan suaminya yang menikah dengan perempuan lain tiga tahun silam. 
Sejak itulah tanggung jawab Darma makin bertambah. Tak hanya berperan mengurus dan menyusui anak-anaknya, tetapi juga harus membanting tulang mencari nafkah.
"Saya cuma bisa jadi buruh tani rumput laut. Upahnya tidak seberapa dan biasanya tidak cukup untuk beli beras. Anak saya semuanya tidak sekolah karena kami tak punya biaya," tutur Darmawati. Selama sehari bekerja mengikat bibit rumput laut, Darmawati mendapat upah Rp 10.000.
Tak sedikit tetangga yang berempati dengan keluarga ini. Mereka kerap memberi beras atau bantuan apa saja.
Jangankan menyekolahkan dan membeli seragam untuk anak-anaknya, membeli beras pun Darmawati harus berutang kepada tetangga.
Bantuan beras untuk masyarakat miskin (raskin) sebesar 5 kg tidak cukup untuk sebulan. Menjelang pemilu atau pemilukada, bantuan beras sering datang. Namun setelah peristiwa politik usai, bantuan beras pun berhenti mengalir.


Sumber: Kompas
Continue reading →
Rabu, 06 Juli 2011

Pendidikan Untuk Semua, Curah Pendapat Komunitas (CSOiEFA)

0 komentar
P3M, Ciputat -- Selasa (5/4), Kelompok Studi Manbaul Afkar, Korps PMII Puteri dan Pendidikan untuk Semua mengadakan diskusi menyoal pendidikan, khususnya pendidikan tinggi di universitas. Bertempat di Aula PMII, pukul 20.00 hingga 22.00 lebih, kegiatan diskusi berlangsung. 21 mahasiswi hadir dalam diskusi tersebut. Fasilitator oleh Masykrudin Hafidz dan Very Verdiansyah, memandu diskusi.
Persoalan yang dikemukaan Yelia, mahasiswi Tarbiyah “biaya pendidikan menjadi perkara utama. Di samping itu kita tidak bisa mengharapkan pelayanan terbaik dari kampus,” ujar Yelia. Selain diskusi langsung, para peserta diskusi saling mengemukakapan pendapatnya secara kritis. Misal ega membantah pendapat Azizah ketika membahas komersialisasi dan DIPA.
“Pandangan bahwa kampus UIN Jakarta go international university. Jadi, persoalan yang seharusnya dirubah tentang kampus adalah memperbaiki kelembagaan kampus terlebih dahulu.” Demikian Dian mahasiswi jurusan manejemen menambahkan.
Para peserta yang sebagian besar mahasiswi aktivis organisasi di kampus menanggapi pentingnya kegiatan diskusi semacam ini bisa tetap berlangsung. Tujuannya, keterbukaan komunikasi bisa tanpa saling curiga bisa dihindarkan. Tidak hanya mahasiswa sebagai civitas akademika, melainkan juga pihak pengambil kebijakan pendidikan di kampus. Cita-cita agar ketidakjomplangan tidak terjadi dan bisa menciptakan pendidikan yang berkeadilan.
“Mahasiswa sebagai kelompok sosial yang diuntungkan karena bisa mengakses pendidikan tinggi setidaknya tidak rabun pada masalah sosial khususnya pendidikan. Dari kitalah perubahan negeri ini bisa jadi lebih baik,” Very menutup kegiatan diskusi.
Continue reading →

Label