... Sebagai Ketua NU yang menjabat cukup lama, beliau bisa menentramkan kegelisahan warga NU. Maka pantas jika Idham Chalid mendapat gelar Pahlawan Nasional..
Mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) dan Ketua MPR/DPR mendapat gelar Pahlawan Nasional karena dianggap berjasa luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara.
Keanggotaan NU dari sisi jumlah dan sebaran etnik pun geografis juga sangat besar di Indonesia. Ini juga yang diperhitungkan serius di mata pengelola negara dan para tokoh.
Ada pergerakan masyarakat di berbagai provinsi menuntut kesetaraan status, pemerataan pembangunan, dan sebagainya. Banyak di antara pergerakan itu yang dianggap makar kepada Jakarta dan dihadapi secara militer.
Masa pendidikan di SR hanya dilalui empat tahun. Begitu pula saat menempuh pendidikan di Pesantren Modern Gontor Ponorogo, ia berhasil lulus dua tahun lebih cepat dari kebanyakan santri lainnya.
Sementara itu, ia juga menjadi anggota DPR RIS (1949-1950). Dua tahun kemudian, Idham terpilih menjadi Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif NU (1952-1956).
Di bidang eksekutif, ia beberapa kali jadi menteri, baik saat masa Orde Lama maupun Orde Baru. Ketika Bung Karno jatuh pada 1966, ia menjadi anggota presidium Kabinet Ampera I dan Kabinet Ampera II dan setelah itu ia diangkat menjadi ketua MPR/DPR pada periode 1971-1977.
Ulama besar NU itu juga merupakan tokoh yang telah berhasil mencetak banyak muballigh kondang termasuk Kiai Syukron Makmun dan KH Zaenuddin MZ, kata Saiful Hadi, salah seorang putra almarhum.
Idham Chalid meninggal dunia pada usia 88 tahun. Ia meninggal di kediamannya di kawasan pendidikan Darul Ma'arif, Cipete, Jakarta Selatan, Minggu 11 Juli 2010, pukul 08.00, karena sakit yang diderita selama 10 tahun terakhir.
Bahkan sebagai tokoh yang berpengaruh, namanya ditabalkan menjadi nama Gedung Sekretariat serta Gedung Serba Guna di Perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pada 14 Agustus 2011.
(D016)Editor: Ade Marboen