Kamis, 20 Oktober 2011

Guru Se-Jabar Sepakat Perangi Terorisme

0 komentar
P3M, JAKARTA-Sebanyak 330 guru SMU se-Jawa Barat sepakat bersatu memerangi terorisme dan radikalisme. Kesepakatan itu untuk merespons hasil survei radikalisme nasional yang mencatat Jawa Barat sebagai daerah yang paling tinggi tingkat radikalismenya. Fakta juga menunjukkan banyak pelaku bom bunuh diri yang berasal dari Jawa Barat.
“Dari hasil survei yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia memang terlihat indeks radikalisme yang kedua tertinggi di Provinsi Jawa Barat, yaitu 46,6 setelah Aceh yang di posisi 56,8. Untuk meminimalisasinya, butuh keterlibatan guru sebagai pendidik,” kata Ketua Umum Lazuardi Birru Nugroho Wahyujatmiko dalam keterangan pers, di Jakarta, Rabu (19/10).
Menurut Nugroho, para guru SMU se-Jawa Barat itu berkumpul dalam rangka pelatihan bertema "Komunike Bersama Guru untuk melakukan Perang terhadap Radikalisme dan Terorisme dimulai dari lingkungan Sekolah" yang diadakan selama dua hari, Senin-Selasa (17-18/10). Kegiatan itu merupakan kerja sama LSM Anti Radikalisme dan Terorisme Lazuardi Birru dengan Kementerian Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Jawa Barat dan Pemprov Jabar.
Mantan Ketua Mmantiqi 3 Jamaah Islamiyah Nasir Abas yang menjadi salah satu pemateri pelatihan juga mengatakan, peran guru sangat diperlukan untuk memberi pencerahan kepada anak didik agar tidak terjebak dalam paham dan kegiatan aksi terorisme.
"Peran guru penting untuk mencerdaskan anak bangsa agar tidak terjebak atau terlibat menjadi pelaku aksi kekerasan terutama aksi terorisme yang terkutuk. Masa depan bangsa di tangan para guru," tegasnya.
Lebih lanjut Kapten Jihad ini mengatakan, semua orang pasti mengakui bahwa guru berperan untuk mendidik mengenai realitas kehidupan yang beragam. Mereka harus dibiasakan memahami bahwa apa yang ada di sekelilingnya bagai pelangi. Dalam keberagaman itu hidup harus berjalan secara harmonis, saling menolong, dan bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
"Posisi guru memang strategis, karena bisa menanamkan nilai-nilai yang mengedepankan semangat hidup damai di tengah masyarakat yang plural," tambah Kepala Bidang Kerukunan Antarumat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Drs. KH. Slamet Effendi Yusuf.
Hal Senada juga di ungkapkan, ahli psikologi pendidikan Dr. Tjut Rifameutia, M.A. yang menilai meski ada sedikit kendala untuk memasukkan pendidikan karakter dalam kurikulum namun suasana lingkungan sekolah bisa menstimulasi siswa-siswanya untuk berhati-hati terhadap pola pikir menyimpang, dan saling mengasihi, tidak kaku dalam berpikir, serta hidup damai.
"Kalau kita memasukkan semuanya dalam kurikulum tentu terlalu berat, karena ini banyak dikeluhkan para siswa. Tetapi dengan kegiatan ekstrakurikuler itu akan banyak memberikan tambahan-tambahan karakter yang baik bagi siswa. Di antaranya kemampuan berpikir kritis agar siswa-siswa tersebut tidak mengambil informasi begitu saja," ujar perempuan berdarah Aceh ini.
Hadir sebagai pembicara Dr. Amin Haedari MP.d. Direktur Pendidikan Agama Islam dan Sekolah pada Kementerian Agama, Drs. H. Slamet Effendi Yusuf, MS.i. Kepala Bidang Kerukunan Antar Umat beragama MUI, Ahmad Fuadi, jebolan pesantren, pengarang novel best seller “Negeri 5 Menara,” Nasir Abas, eks Amir Mantiqi ke-3 Jamaah Islamiyah, Ibu Hayati Eka Laksmi (Istri Korban Bom Bali 1), serta Pumping yang membawa pesan betapa pentingnya peran guru sebagai agen perubahan sosial dan pembentuk karakter bangsa. (A-78/A-89)***

Leave a Reply

Label