Dugderan, pesta tradisi rakyat Semarang sebagai penanda datangnya bulan suci Ramadhan, ditutup dengan sebuah karnaval khas yang mengusung warak ngendog, Minggu (31/7) sore. Pesta tradisi itu menyedot perhatian puluhan ribu warga karena sukses menampilkan parade seni budaya asli Kota Semarang dengan memadukan budaya Arab dan China.
"Sejak puluhan tahun lalu, dugderan sudah menjadi simbol ungkapan sukacita warga Semarang dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Oleh sebab itu, dalam karnaval kali ini kami tampilkan kearifan lokal yang menjadi ciri perkembangan seni budaya Semarang," ujar Wali Kota Semarang Soemarmo, saat mengawali prosesi karnaval dugderan. Dibanding tahun-tahun sebelumnya, karnaval dugderan tahun ini terasa sangat berbeda. Untuk parade seni budaya, kali ini dibagi menjadi dua bagian. Sesi pertama dilakukan pagi hari dan khusus diikuti anak-anak dan pelajar, mulai TK hingga SMP. Karnaval dimulai dari Lapangan Simpanglima dan berakhir di Jalan Pahlawan, halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah. Sesi kedua, karnaval dugderan utama dengan inti prosesi dilakukan di Masjid Agung Semarang atau Masjid Kauman. Berangkat dari Balai Kota Semarang, Jalan Pemuda, menuju Masjid Kauman dan berakhir di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Beragam tarian dan arak-arakan warak ngendog mengawali prosesi keberangkatan peserta karnaval. Diikuti tari-tarian Arab dan China. Tak ingin kalah, parade hasil karya seniman lokal dan masyarakat Semarang pun turut tampil di karnaval. Tak pelak, sepanjang Jalan Pemuda hingga Masjid Kauman arus lalu lintas menjadi padat dan macet. Imam Besar Masjid Kauman KH Ahmad Naqib Nur menuturkan, dugderan bukanlah penentu awal Ramadhan. "Supaya warga tidak bingung, seusai seremoni dugderan, kami menyampaikan agar tetap menunggu pengumuman resmi dari pemerintah," ujarnya. Selanjutnya, rombongan karnaval melanjutkan perjalanan menuju MAJT. Di masjid termegah se-Jateng itu Wali Kota menyerahkan suhuf halaqah ulama kepada Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang berperan sebagai RMT Probo Hadikusumo. Perpaduan tiga budaya Jawa, China, dan Arab yang bertemu pada acara dugderan Semarang sungguh merupakan perpaduan yang harmonis, baik dilihat dari sisi tarian maupun busana para peserta pawai dugderan. Selain dimeriahkan dengan tarian khas Kota Semarang, dugderan juga menyuguhkan aksi barongsai, rombongan sepeda onthel, drumband dari Akpol Semarang, kereta kencana yang dikendarai Wali Kota Semarang, prajurit berkuda, 80 warak ngendog, dan 80 bendi yang dikendarai para camat dan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD). "Kami ingin dugderan bisa langgeng sebagai tradisi karena dugderan memiliki nilai kebersamaan, yakni umat Islam dengan umat yang lain," tutur Wali Kota Semarang Soemarmo. Dijelaskannya, dugderan yang digelar setiap tahun itu telah menjadi ikon wisata Kota Semarang yang diharapkan dapat menyedot baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Kasturi, mengatakan, tiga akar budaya yakni Jawa, China, dan Arab sangat kental terlihat dalam pawai dugderan kali ini. "Khusus untuk kereta kencana, pada dugderan tahun lalu berasal dari Yogyakarta. Untuk tahun ini diambil dari Surakarta. Jumlah warak ngendog dan bendi pun menjadi jauh lebih banyak," tutur Kasturi. (Pudyo Saptono) Sumber: Suara Karya